Pro Kontra Wacana Presiden Prabowo Pilih Kepala Daerah Lewat DPRD

Presiden RI, Prabowo Subianto. Foto: Istimewa.
Presiden RI, Prabowo Subianto. Foto: Istimewa.

“Paling bagus menurut saya memang gubernur dipilih oleh DPRD saja. Pertimbangan adalah karena kekuasaan dan wewenang gubernur hanya perpanjangan tangan pemerintah pusat. Tapi untuk bupati/wali kota, lebih bagus untuk tetap langsung,” kata Irwan dalam keterangannya.

Belakangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut mendukung usulan Prabowo untuk mengubah sistem pilkada melalui DPRD, sehingga tak lagi dipilih secara langsung.

Hal ini diputuskan dalam Taujihad Mukernas IV MUI tahun 2024 yang digelar di Jakarta, 17-19 Desember 2024. MUI berpandangan pilkada secara langsung banyak mendatangkan mudarat dan dampak negatif di tengah masyarakat.

Bertalian dengan itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menilai usulan Prabowo merupakan wacana baik yang perlu dipertimbangkan. Menurut dia, usulan itu menyangkut soal efisiensi anggaran dan kondisi kerawanan di tengah masyarakat jika Pilkada langsung tetap digelar.

Dia pun mengusulkan para parpol melakukan kajian mendalam terkait efek dari pilkada langsung selama ini. Apalagi, melihat tren penurunan partisipasi masyarakat di pilkada langsung

“Kalau kemudian ternyata itu menimbulkan efek atau gejolak di masyarakat, kemudian terjadi inefisiensi, uang negara habis dan ternyata juga hasilnya tidak maksimal, tentu perlu kajian yang lebih dalam,” kata Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Penolakan Masyarakat Sipil

Sementara itu, usulan Prabowo Subianto mengembalikan pemilihan tak langsung lewat DPRD dalam Pilkada dinilai tidak menjadi solusi atas tingginya ongkos politik langsung.

Usulan itu dianggap hanya memindahkan masalah dari ruang publik, yaitu masyarakat, ke ruang yang lebih privat di balik tembok-tembok para anggota dewan. Sementara itu, akar masalah politik uang yang justru berasal dari internal parpol justru tak tersentuh.

“Kita seolah hanya memindahkan persoalan dari ruang publik ke dalam ruang-ruang tertutup di DPRD,” kata pemerhati kepemiluan sekaligus dosen FISIP UI Titi Anggraini.

Pemilihan kepala daerah lewat DPRD mungkin bisa menekan biaya yang dikeluarkan oleh negara. Namun, kata Titi, hal itu tidak serta-merta menghapus praktik politik uang dan politik biaya tinggi dalam proses pemilihannya.

“Karena yang menjadi akar persoalannya, yaitu buruknya penegakan hukum dan demokrasi di internal partai tidak pernah benar-benar dibenahi dan diperbaiki,” tuturnya.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah pun menilai usulan Prabowo terkesan ingin mengamputasi partisipasi warga. Menurutnya, tak semua partisipasi warga harus diwakili oleh DPRD. Selain itu, kata dia, dengan situasi saat ini, tak mudah untuk sepenuhnya percaya pada wakil masyarakat di parlemen.