HALOSMI.ID – Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, menyinggung hukuman ringan atas terdakwa kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.
Prabowo tak merinci kasus yang dimaksud. Namun diketahui belum lama ini publik berpolemik soal vonis penjara 6,5 tahun untuk Harvey Moeis dkk dalam kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun. Ia menyatakan hal itu menyakiti rasa keadilan masyarakat Indonesia secara luas.
“Sudah jelas kerugian sekian ratus triliun, vonisnya seperti itu, ini bisa menyakiti rasa keadilan,” kata Prabowo, dikutip dari CNN Indonesia, pada Senin, 30 Desember 2024.
Sementara di sisi lain, Prabowo menyebut ada orang yang mencuri seekor ayam saja mendapatkan hukuman yang berat. Namun, Prabowo menegaskan bahwa rakyat Indonesia tidaklah bodoh. Prabowo menyatakan bahwa publik mengerti akan hal itu.
Prabowo pun meminta agar majelis hakim tegas dalam putusan-putusan mereka. Ia menyatakan hakim janganlah menjatuhkan hukuman yang tak setimpal dengan perbuatan terdakwa.
Prabowo menganggap koruptor yang menyebabkan kerugian negara secara besar, sangatlah pantas untuk dihukum secara berat. Meski tak menyebutkan kasus apa yang ia maksud. Namun, Prabowo menyapa Jaksa Agung dan bertanya apakah mereka akan mengambil langkah banding atau tidak.
“Jaksa agung naik banding ga bro? naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” ucapnya.
Mark Up Proyek Rampok Uang Rakyat
Prabowo mengingatkan ke seluruh jajarannya bahwa penggelembungan dana alias mark up termasuk dalam tindakan korupsi. Ia menyebut praktik mark up anggaran itu menimbulkan kerugian negara yang merugikan masyarakat luas.
“Penggelembungan mark up barang atau proyek itu adalah merampok uang rakyat,” kata Prabowo dalam pidatonya.
Prabowo menekankan ke seluruh jajarannya agar jujur dalam setiap proyek yang tengah mereka kerjakan. Ia juga menekankan bahwa praktik mark up barang atau proyek Itu sama saja dengan merampok uang rakyat.
Maka dari itu, ia menegaskan bahwa praktik kotor itu haruslah dihilangkan dari pemerintahan Indonesia ke depan. Ia menyebut, dirinya bersama jajarannya terus berupaya membangun praktik pemerintahan yang bersih.
“Bikin rumah Rp100 juta ya Rp100 juta, jangan Rp100 juta dibilang Rp150 juta,” pungkasnya. (***)