HALOSMI.ID- Kementerian Kesehatan RI mengungkap hasil surveilans diseminasi akses air minum layak pada 2023. Hasilnya menunjukkan perbaikan dari semula hanya 11 persen menjadi 29,49 persen, meski artinya masih sekitar 80 persen akses air minum di Indonesia relatif belum aman atau tercemar E coli.
Salah satu parameter akses air minum tidak aman adalah temuan kandungan E Coli. Kadar E coli di akses air minum di beberapa provinsi pulau Jawa Bahkan melampaui 50 persen.
Tertinggi berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sekitar 60 persen. Hanya 44,4 persen daerah di sana yang akses air minumnya terbebas dari E Coli. Bila dirinci lebih lanjut, Kota Yogyakarta mencatat temuan E Coli terbanyak yakni di atas 60 persen.
Provinsi kedua yang terbanyak mencatat akses air minum positif E Coli adalah Jawa Tengah yakni 52 persen dengan temuan terbanyak berada di Pati, yakni 92 persen.
Hanya 8 persen dari keseluruhan akses air minum di wilayah tersebut yang bebas E Coli.
Temuan terbanyak E Coli di pulau Jawa selanjutnya ditempati provinsi Banten. Ada 55 persen wilayah di Banten dengan temuan E Coli, terbanyak di Serang.
Serang hanya mencatat 15,7 persen wilayah yang akses air minumnya nihil E Coli.
Berikut wilayah yang lebih sedikit melaporkan temuan E Coli:
- DKI Jakarta: 81,3 persen akses air minum bebas E Coli
- Jawa Barat: 53,7 persen akses air minum bebas E Coli
- Jawa Timur: 49,3 persen akses air minum bebas E Coli
Akses air minum terbanyak dengan cemaran E Coli, rupanya juga berada di air isi ulang. Sejumlah pemicunya berkaitan dengan proses saat melakukan pengisian air. Baik dari kemasan maupun tempat depot air isi ulang.
Bahkan, bila membandingkan E coli pada air minum isi ulang serta PDAM, yang relatif signifikan. Pada sumber air PDAM cemaran ‘hanya’ berkisar 33 persen, sementara pada air minum isi ulang mendekati 50 persen, yakni 45,4 persen.
“Jadi banyak rumah tangga yang dia lebih memilih air isi ulang untuk konsumsi sehari-hari, dibandingkan dari air PDAM yang kemudian dikonsumsi setelah dimasak,” beber dr Anas dalam konferensi pers Mengutip Minggu, 22 Desember.
“Karena masyarakat Indonesia belum percaya dengan kualitas airnya, karena mungkin baunya, warnanya tidak baik, masalah dengan perpipaan, jadi dia ragu untuk menggunakan sebagai sumber air minum, ini memang menjadi pekerjaan rumah. Tetapi data kita menemukan cemaran lebih tinggi di air isi ulang,” tandas dia.
Escherichia coli atau E. coli adalah bakteri yang biasa hidup di usus manusia dan hewan, yang fungsinya sebenarnya untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan.
Namun, ada jenis E. coli tertentu yang dapat menyebabkan infeksi sehingga menimbulkan gejala diare, sakit perut dan kram. Jenis bakteri E. coli yang berbahaya ini menghasilkan toksin Shiga (STEC).
Ini adalah sejenis racun yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan yang parah.
Sementara jenis E coli terkait sanitasi adalah enterotoksigenik escherichia coli (ETEC). Umumnya, berkembang di masyarakat yang tidak memiliki sanitasi air dan makanan memadai.
Dampak mengonsumsi air yang tercemar E coli 73 persen memicu keluhan diare, sementara 15 persen lainnya berisiko menyebabkan masalah stunting.
Hal ini sejalan dengan temuan stunting yang masih berada di kisaran 21,5 persen, belum mencapai target 18 persen.
Demikian penjelasannya, semoga mudah dipahami ya!