Meski demikian, Pemilu 2024 tidak luput dari tantangan, termasuk masalah Sirekap yang salah membaca angka, mobilisasi massa disertai praktik politik uang di 2.632 TPS, intimidasi di 1.271 TPS, pembukaan TPS yang terlambat, ketiadaan alat bantu disabilitas netra, surat suara tertukar, hingga pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.
Pelanggaran-pelanggaran ini berujung pada Pemungutan Suara Ulang (PSU), Pemungutan Suara Lanjutan (PSL), dan Pemungutan Suara Susulan (PSS) di 1.113 TPS, serta 278 gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pilkada Serentak 2024 yang dilaksanakan pada 27 November 2024 memilih 37 gubernur/wakil gubernur, 415 bupati/wakil bupati, dan 93 walikota/wakil walikota di 545 daerah. DPT Pilkada mencapai 203,65 juta orang. Namun, seperti Pemilu, Pilkada juga diwarnai beragam pelanggaran seperti politik uang, ketidaknetralan aparatur negara, intimidasi, dan politisasi bantuan sosial.
“Dari 545 Pilkada, 310 hasilnya digugat ke MK,” urai Hergun.
Setelah proses hukum, MK memutuskan 24 daerah untuk menggelar PSU. Partisipasi pemilih Pilkada 2024 secara rata-rata nasional mencapai 71%. Khusus di Kota Sukabumi, partisipasi pemilih Pilkada hanya 67,68% dari 258.028 pemilih, sedangkan di Kabupaten Sukabumi mencapai 53,40% dari 1.997.822 DPT.
“Penyelenggaraan Pemilu serentak 2024 dapat dikatakan berjalan sukses dengan terpilihnya pemimpin dan wakil rakyat di berbagai tingkatan,” kata Hergun.
“Kegiatan sosialisasi ini perlu digalakkan untuk meningkatkan kualitas Pemilu 2029 dan pemilu-pemilu berikutnya, terutama untuk mengurangi pelanggaran, meningkatkan partisipasi pemilih, serta menjamin penyelenggaraan Pemilu yang LUBER dan JURDIL,” beber Hergun menambahkan.
Hergun juga mengajak masyarakat untuk tidak hanya berpartisipasi sebagai pemilih, tetapi juga berkontribusi menjadi penyelenggara Pemilu dari tingkat pusat hingga TPS.
“Bagi masyarakat yang berkeinginan menjadi penyelenggara Pemilu, bisa mempersiapkan diri dari sekarang, terutama untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan,” imbuhnya.
Berpartisipasi dalam Pemilu adalah wujud cinta tanah air, melaksanakan amanat konstitusi, dan memilih pemimpin terbaik yang mampu membawa kemajuan bagi bangsa dan daerah.
“Masyarakat perlu menjadi pemilih yang cerdas, yaitu pemilih yang mengetahui keunggulan, kapabilitas, dan integritas kandidat yang dipilihnya, bukan pemilih yang bisa dimobilisasi oleh politik uang,” tegas Hergun.
Terakhir, Hergun mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperbanyak acara sosialisasi serupa di berbagai daerah, baik perkotaan maupun perdesaan.