Poin ketiga dari argumentasi hukum pemakzulan Gibran adalah aspek moral dan etika.
Surat itu menyoroti kasus akun “fufufafa” menjadi sorotan publik. Surat itu menyebut fufufafa diduga kuat terkait dengan Gibran.
Akun Kaskus “fufufafa” aktif antara tahun 2013 hingga 2019, dikenal sering membuat komentar yang menghina tokoh politik seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono, Anies Baswedan, serta sejumlah selebritas perempuan dengan komentar seksual dan rasis, termasuk terhadap masyarakat Papua,” kutipan surat tersebut.
“Pada 31 Agustus 2024, akun ini menjadi viral setelah unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) mengungkap aktivitasnya. Investigasi lebih lanjut oleh kelompok peretas Anonymous Indonesia mengklaim bahwa data pribadi yang terkait dengan akun tersebut, seperti nomor telepon, email, dan informasi lainnya, mengarah pada Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Dari kasus tersebut, tersirat moral dan etika Sdr. Gibran sangat tidak pantas dan tidak patut untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia,” imbuh surat itu.
Poin terakhir dari argumentasi hukum surat pemazulan Gibran menyorot dugaan korupsi Joko Widodo dan Keluarga
“Dugaan kuat Korupsi Sdr. Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep yang dilaporkan oleh Sdr. Ubedilah Badrun sejak tahun 2022 ke KPK, saat itu Sdr. Gibran Rakabuming Rakabuming Raka sudah menjadi Walikota Solo yang merupakan pejabat publik. Ubedilah melaporkan relasi bisnis Sdr. Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep yang merupakan putra Presiden Joko Widodo berpotensi kuat terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme”.
Pada bagian akhir, surat itu menyodorkan usul agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
“Demikian surat ini kami sampaikan sebagai wujud tanggung jawab warga negara dalam menjaga integritas konstitusi dan moralitas publik. Kami siap mendukung proses politik dan hukum yang diperlukan demi menegakkan keadilan dan demokrasi”.
Surat ditutup dengan tanda tangan empat purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.