HALOSMI.ID- Tanggal 1 Mei merupakan hari buruh sedunia atau dikenal dengan istilah May Day. Untuk diketahui, peringatan hari buruh telah diinisiasi lebih dari 130 tahun yang lalu.
Pada tahun 1889, federasi internasional dari kelompok sosialis dan serikat buruh menyepakati 1 Mei sebagai hari untuk menggalang solidaritas di kalangan pekerja.
Tanggal 1 Mei dipilih dalam rangka mengenang tragedi haymarket riot atau kerusuhan haymarket yang terjadi di Chicago, Illinois, Amerika Serikat.
Haymarket riot adalah tragedi kekerasan yang melibatkan polisi dan massa buruh yang tengah berunjuk rasa di Chicago pada 4 Mei 1886. Peristiwa bermula dari kerusuhan tanggal 3 Mei yang terjadi saat aksi unjuk rasa buruh perusahaan McCormick Harvesting Machine Company.
Di Indonesia, presiden pertama Indonesia, Presiden Soekarno selalu merayakan hari buruh. Akan tetapi, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, May Day diidentikkan dengan ideologi komunis yang saat itu dilarang keberadaannya.
Kemudian pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak tahun 2013.
Setiap perayaan May Day, biasanya para buruh di berbagai negara melakukan aksi demonstrasi yang dilakukan sebagai bentuk unjuk rasa serta penyampaian pendapat dalam rangka menegakan hak-hak kaum buruh.
Sejarah pergerakan buruh di Indonesia sendiri diwarnai oleh beberapa tokoh. Diantaranya gelar Pahlawan Buruh Nasional diberikan kepada Marsinah, Muchtar Pakpahan, Jacob Nuwa Wea, dan Thamrin Mosiisaat.
Berikut beberapa Pahlawan Buruh Indonesia
1. Marsinah
Hingga kini, nama Marsinah lekat menjadi ikon perjuangan kaum buruh melawan penindasan. Marsinah merupakan aktivis buruh yang dibunuh dengan keji pada masa Orde Baru.
Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Kakaknya bernama Marsini dan adiknya adalah Wijiati.
Sementara itu, ayah Marsinah bernama Astin dan ibunya adalah Sumini. Keluarga mereka tinggal di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
Ketika Marsinah berusia tiga tahun, sang ibu meninggal dunia. Setelah itu, ayahnya menikah lagi.
Kemudian, Marsinah diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya. Sejak kecil, Marsinah sudah terbiasa bekerja keras. Sepulang sekolah, ia selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung.
Marsinah merupakan buruh diPT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik pembuat jam yang berada di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Semasa hidup, Marsinah dikenal vokal menyuarakan hak-hak kaum buruh. Perjuangan Marsinah pun terpaksa terhenti setelah ia diculik, disiksa, diperkosa, hingga dibunuh pada 8 Mei 1993.