HALOSMI.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berupaya menjaga stabilitas harga di tengah tantangan ekonomi. Kabag Perekonomian Setda Kota Sukabumi, Eneng Rahmi, menjelaskan bahwa strategi utama yang dijalankan mencakup empat pilar: keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
“Sejumlah langkah telah kami lakukan, di antaranya penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui Keputusan Wali Kota sejak 2022 untuk komoditas seperti pupuk dan elpiji, serta penyelenggaraan bazar murah dan gelar pangan keliling,” ujar Rahmi, Rabu 13 Agustus 2025.
BACA JUGA: Kota Sukabumi Catat Inflasi Tahunan Tertinggi di Jawa Barat pada Juli 2025
Untuk menjamin ketersediaan pasokan, Pemkot Sukabumi membagikan benih hibrida dan menggalakkan panen serentak empat kali dalam setahun. Selain itu, Rahmi menyebut adanya gerakan penanaman cabai, bawang merah, dan jagung, termasuk rencana pengembangan urban farming.
Kelancaran distribusi juga menjadi fokus utama. Pemkot rutin menggelar Operasi Pasar Murah (OPM) bersama kejaksaan dan kepolisian. Pemantauan stok minyak goreng dan bahan pokok penting (bapokting) dilakukan secara langsung oleh Diskumindag. Data inflasi dan pasokan dipantau melalui aplikasi SP2KP dan neraca pangan, dengan pengawasan ketat dari Kemendagri dan TPID Provinsi Jawa Barat.
Menurut Rahmi, inflasi year to date (YtD) Kota Sukabumi per awal Agustus 2025 berada di angka 2,18 persen, masih dalam batas aman yang ditetapkan pemerintah (1,5–3,5 persen). Namun, inflasi year on year (YoY) tercatat 3,63 persen. Angka ini dipengaruhi oleh bencana alam pada akhir 2024 yang mengganggu distribusi barang.
Komoditas yang paling dominan memicu inflasi YoY adalah perhiasan, kopi, dan biaya pendidikan tinggi. Sementara inflasi bulanan (month to month) tertinggi berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau (1,22%), diikuti oleh perawatan diri/skincare (0,58%), dan penyediaan makanan dan restoran (0,41%).
Rahmi menambahkan, tingginya inflasi di Kota Sukabumi juga disebabkan oleh pembeli dari luar daerah. “Sisi positifnya, meski harga naik, hal ini ikut mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” pungkasnya.(***)